Sentuhan Opera untuk Tablet dan Netbook

Opera mungkin hanya bercokol sebagai juru kunci dalam peringkat lima peramban desktop terpopuler di dunia. Namun, tidak demikian halnya dengan versi mobile-nya.
Dua produk Opera yang diperuntukkan bagi pengguna ponsel dan smartphone, Opera Mini dan Opera Mobile, menduduki papan atas dalam jajaran peramban mobile paling top.
Pasalnya, segala feature yang ditawarkan memang lebih menarik dan memudahkan dibanding peramban bawaan ponsel pada umumnya. Terutama, sejak feature populer seperti Speed Dial, Copy/Paste, dan Download Manager diadopsi ke dalamnya.
Kini, Opera kembali melebarkan portofolio produk peramban mobile-nya. Melihat tren pasar PC tablet yang semakin bergelora tahun ini, mereka telah mempersiapkan versi peramban khusus untuk sabak digital tersebut. Rencananya, Opera untuk tablet ini akan dipratinjaukan (preview) kepada publik pada perhelatan CES 2011 di Las Vegas, AS.
Sebagai ancang-ancang, Opera telah mengunggah satu video pendek ke YouTube. Di dalamnya, terlihat peramban yang dijalankan pada sebuah tablet Android. Layar awalnya memuat Speed Dial sebagai ciri khas Opera. Kemudian, didemokan pula kemampuan pinch-to-zoom (cubit untuk memperbesar/memperkecil) tampilan. Fungsionalitas ini juga dapat dinikmati melalui PC netbook yang berlayar sentuh.
Keputusan untuk membuat peramban khusus tablet merupakan bentuk terobosan Opera di dunia perangkat bergerak. Apalagi, menurut Christen Krogh (Chief Development Officer, Opera Software), “Pada tahun 2011, tablet merupakan perangkat baru yang wajib dimiliki.”
Belum diketahui nama dan waktu resmi peluncuran Opera untuk tablet ini. Yang pasti, akan sangat menarik menunggu kiprahnya dalam mengulangi sukses Opera Mini dan Opera Mobile. Atau mungkin, menyamai rekor Opera 11 (versi terbaru untuk desktop) yang mencatatkan 6,5 juta unduhan dalam waktu satu hari pada saat diluncurkan, 16 Desember 2010 lalu.
Oh ya, review tentang Opera 11 sudah bisa Anda baca di majalah InfoKomputer edisi Januari 2011, lho.

Opera Dragonfly Siap Akrabi Pengembang Web

Mozilla Firefox adalah peramban yang paling digemari pengguna internet di Indonesia, termasuk oleh para pengembang dan desainer web.
Alasannya, Firefox kaya akan ekstensi dan add-ons yang memudahkan mereka merangkai dan menyunting kode-kode bahasa pemprograman web, lalu melihat tampilannya secara gamblang – langsung di dalam peramban.
Enggan kalah dengan si rubah api, Opera baru-baru ini meluncurkan fitur serupa di perambannya. Mengusung nama Dragonfly (capung), fitur ini adalah upaya Opera untuk lebih merangkul para pengembang web.
Opera Dragonfly memuat berbagai koleksi perangkat untuk membuat desain dan pengembangan web yang lebih cepat, lebih pintar, dan lebih mudah.
Tiga perangkat penting di antaranya adalah: DOM inspector (untuk menjelajahi dan memperbaiki dokumen secara langsung); Perbaikan JavaScript (memungkinkan pengembang masuk ke dalam kode dengan kondisi terpisah, inspeksi properti yang mendalam, dan menyaksikan perubahan JavaScript menjadi lebih baik); serta Periksa kapasitas jaringan, sumber daya, dan penyimpanan (untuk menunjukkan cara situs anda berjalan, cara cookies dan HTML5 Web Storage bekerja, dan cara sumber daya berakibat pada kemampuan situs).
“Opera Dragonfly lebih mulus, lebih bagus, dan lebih menakjubkan dari rilis kami sebelumnya. Cobalah sendiri dan lihat jika hal ini dapat membuat hari anda menjadi lebih baik,” ucap David Storey (Chief Web Opener dan Produk Manager untuk Opera Dragonfly) mengundang para pengembang web.
Sekadar Anda tahu, Chief Technology Officer Opera, HÃ¥kon Wium Lie, ialah pencipta Cascading Style Sheets (CSS), sehingga bisa dipastikan Opera “menyukai  para pengembang.
Opera Dragonfly juga bukan hanya bersahabat bagi web versi desktop, melainkan juga untuk mobile web. Jika pengembang ingin mengoreksi tampilan situs di ponsel, cukup aktifkan panduan koreksi. Opera Dragonfly akan terhubung dengan Opera Mobile dan membiarkan pengembang mengoreksi secara langsung pada perangkat apapun – ponsel, tablet, TV, dan komputer
Opera Dragonfly juga dapat berfungsi sebagai indikator peramban lain untuk membantu kesesuaian antarplatform.
Penasaran ingin segera menjajal si capung? Cukup klik kanan pada laman peramban Opera dan pilih “Inspect Element”. Sangat mudah, kan?

Opera: Facebook Mobile Melonjak Lebih Dari 600 Persen

Perusahaan browser, Opera, merilis fakta bahwa penggunaan ponsel untuk mengunjungi Facebook mobile semakin diminati. "Pengunjung unik Facebook bertambah sebesar 619 persen selama tahun 2009, melampaui situs VKontakte yang sebelumnya menjadi situs jejaring terpopuler bagi pengguna Opera Mini," terang Opera.
VKontakte merupakan situs jejaring sosial asal Rusia. Pihaknya juga menambahkan bahwa Facebook sudah menjadi situs jejaring sosial yang paling banyak dikunjungi melalui mobile web. Sementara itu, situs microblogging, Twitter mengalami peningkatan pengunjung 2.859 persen selama tahun 2009.
Data yang diambil pada Desember 2009, menguak fakta lebih dari 46,3 juta pelanggan mobile di seluruh dunia menggunakan browser Opera Mini. Angka tersebut naik 11 persen dan lebih dari 159 persen jika dibandingkan dengan data pada Desember 2008. dari data tersebut jelas terlihat bahwa pengguna melihat lebih dari 20,7 miliar halaman pada bulan kemarin (Desember 2009), naik 10,1 persen dari bulan November. Pengguna Opera Mini secara umum menggunakan lebih dari 315 juta megabyte data per bulannya, dengan pertumbuhan trafik data 206 persen pada Desember 2008.
Menurut Opera, ada 3 situs yang diprediksi akan mengalami kenaikan, yakni Facebook, Google, dan BBC. Sementara itu, Amazon, situs penjualan perangkat digital online juga akan bercokol di posisi sepuluh besar terpopuler. (Indah PM)

Akses Opera dari Ponsel Tembus 100 Juta

Masa depan internet ada di perangkat bergerak. Kalimat tersebut mungkin tidak terlalu berlebihan jika melihat laporan State of the Mobile Web (SMW) yang baru saja dirilis Opera.
Dalam laporan tersebut, Opera mencatat setidaknya 105 juta orang mengakses dunia maya melalui peramban bergerak keluaran Opera. Angka itu merupakan kombinasi dari 90,4 juta pengguna Opera Mini dan 15 juta orang pengguna Opera Mobile pada bulan Januari 2011.
Patut diperhatikan, angka 105 juta adalah estimasi minimum. Pasalnya, Opera hanya menghitung jumlah unduhan oleh publik tanpa memasukkan Opera Mini/Mobile yang secara default dipasangkan pada handset oleh vendor/operator.
“Para ahli mempunyai pandangan, [akses] internet [dari] ponsel akan mengambil alih fungsi [akses] internet [dari] PC – saat ini kami sedang mengamati transisi itu,” ujar Jon von Tetzchner (co-founder Opera Software) dalam kata pengantar laporan SMW.
Selain peningkatan jumlah pengguna Opera Mini yang sangat fantastis (bertambah 40,6 juta pengguna dari Januari 2010), terjadi pula pertumbuhan jumlah pageviews dan besar transfer data.
Pada Januari 2011, setidaknya terdapat 52 miliar pageviews lewat Opera Mini yang terhimpun dalam 804 juta megabytes data. Kalau data-data ini tidak dimampatkan/dikompresi sekitar 90% oleh server Opera, angkanya bisa membengkak sampai 7,4 petabytes.
Indonesia sendiri saat ini berada di posisi kedua dalam jumlah pengguna Opera Mini terbesar di dunia. Kita kembali tergeser oleh Rusia yang pada Mei 2010 lalu sempat kita salip.
Sepuluh situs yang paling banyak dikunjungi oleh pengguna Indonesia berturut-turut diisi oleh Facebook, Google, Detik, YouTube, Twitter, Wapdam, Yahoo!, Wikipedia, Kaskus, dan 4shared. Sementara itu, sepuluh handset paling populer seluruhnya masih ditempati merek Nokia dengan Nokia 5130 XpressMusic sebagai pemuncaknya.

Modem Huawei E173 Dilengkapi Browser Opera

Setelah memperkenalkan tablet Ideos S7 dan modem nirkabel E5830, Huawei Device Indonesia (HDI) kembali menghadirkan modem terbarunya, Huawei E173, yang dibundel dengan browser Opera.
Maraknya aktivitas Internet mobile menjadi alasan utama HDI terus menghadirkan produk dengan brand mereka sendiri yang mengambil tajuk "Smart Device, Simple World". 

Nah, untuk jenis modem portabel ini, HDI sengaja menghadirkan seri E173 sebagai modem 3G/HSDPA-HSUPA dengan kecepatan maksimal 7,2Mbps. 

Sebenarnya, perangkat ini masih mirip dengan banyak kompetitor sejenis. Untuk itu, HDI menggandeng pihak Opera dan Telkomsel untuk membuat produk mereka lebih kompetitif.

Agar bisa langsung dimanfaatkan ber-Internet, di modem E173 sudah disertakan browser Opera Desktop yang dapat langsung terintalasi ke PC pengguna modem. Versi terbaru Opera ini memiliki feature Opera Turbo yang menggunakan sistem kompresi agar proses pembukaan web berjalan lebih cepat serta irit bandwidth. Hasilnya, pengguna akan lebih mulus berselancar sekaligus menghemat kuota data.

Bundling operator Telkomsel di E173 juga menawarkan layanan internet kecepatan tinggi dengan mengandalkan 8500 unit Base Transceiver Station (BTS) 3G serta dukungan bandwidth internasional berkapasitas 15Gbps.

Paket modem kolaborasi Huawei, Telkomsel, dan Opera Software ini didistribusikan oleh PT Mitra Komunikasi Nusantara di 50 gerai resminya yang tersebar di 25 kota di Indonesia. Modem Huawei E173 sendiri dijual dengan harga Rp 439.000 dengan garansi selama 3 tahun.

Android, BB, Java, Symbian Ada di Opera Mobile Store

Wah, ada app store baru nih: Opera Mobile Store. Aksesnya pun mudah, gunakan saja feature Speed Dial di browser Opera Mini dan Opera Mobile yang terpasang di ponsel Anda.
Berlokasi di mobilestore.opera.com, toko aplikasi online yang dibangun Opera bersama Appia ini menyediakan akses ke berbagai aplikasi gratis maupun berbayar untuk semua platform dan berbagai ponsel. Pengguna Opera maupun browser ponsel lain yang ada di sekitar 200 negara sudah dapat mulai mengunduh aplikasi dari Opera Mobile Store.
 Opera Mobile Store menggunakan teknologi tampilan dari Appia dan menyediakan katalog aplikasi untuk ponsel berbasis sistem operasi Java, Symbian, BlackBerry dan Android. Katalog tersebut dibuat sesuai sistem operasi pada ponsel, bahasa, bahkan mata uang lokal yang berlaku di negara si pengguna.
Kalau Opera Mobile Store mewadahi aktivitas mengunduh aplikasi, maka Opera Publisher Portal adalah tempat para developer mengunggah aplikasi ke toko aplikasi milik Opera itu. Portal yang beralamat di publishers.mobilestore.opera.com diluncurkan bersamaan dengan Mobile Store.

“Peluncuran Opera Mobile Store mendukung filosofi Opera dalam keterbukaan, pengalaman ponsel internet cross-platform yang disediakan bagi pengguna Opera dengan menggabungkan tampilan aplikasi ponsel dengan widget,” ujar Mahi de Silva, EVP, Consumer Mobile, Opera Software.

“Opera Mobile Store menyediakan kesempatan yang luar biasa bagi para developer aplikasi untuk mendistribusikan konten lokal melalui pasar yang mudah dan terjangkau,” ujar Jud Bowman (CEO Appia).

Review Safari 5

Lebih Cepat dan Terbuka Peramban tercepat di dunia kembali hadir dengan versi teranyar. Apa saja kelebihannya?
Hampir setahun berlalu sejak InfoKomputer menggelar adu peramban (browser). Tepatnya, pada edisi Mega Review, November 2009. Jika Anda masih ingat, saat itu yang kami nobatkan sebagai pemenang adalah peramban Safari 4 milik Apple. Dari tiga jenis benchmark yang kami lakukan, Safari unggul mutlak. Saingan terdekatnya cuma Google Chrome – yang notabene memakai engine serupa, WebKit, untuk melakukan rendering laman web.
Pada Juni lalu, Apple memperkenalkan versi terbaru peramban miliknya, Safari 5. Lebih gegas? Sudah pasti. Safari 5 di Mac diklaim lebih cepat rata-rata 35% dibanding Chrome 5, 40% dibanding Opera 10.53, dan bahkan nyaris 300% dibanding Firefox 3.6.
Pencapaian ini diraih berkat dua amunisi utama. Pertama, upgrade terhadap Nitro – engine untuk memproses JavaScript. Kedua, teknologi DNS prefetching dan perbaikan caching yang memotong durasi loading laman yang akan atau pun yang pernah dikunjungi. Oleh karena itu, tidak berlebihan memang kalau Apple mengklaim Safari sebagai “the world's fastest web browser”.
Dari segi tampilan, Safari 5 tidak banyak berubah dari pendahulunya. Tapi, tidak demikian halnya dari sisi feature. Ada beberapa fasilitas debutan yang bisa ditemui, antara lain Safari Reader, Safari Extensions, dan dukungan HTML5. Silakan simak pembahasannya satu per satu di boks. Yang pasti, ketiganya sangat menarik. (Erry FP)
***
Status “tercepat di dunia” tidak otomatis mengatrol popularitas Safari. Data StatCounter menunjukkan, Safari terpaku di posisi empat peramban terpopuler di dunia dengan raihan 4,09% (Juli 2010). Mampukah keberadaan feature baru, terutama Extensions, menggenjot pangsa pasar Safari?

Spesifikasi SAFARI 5
Jenis
Freeware
Besar Installer
31 MB
Pengembang
Apple
Situs Web
Sistem Operasi
Mac OS X, Windows XP SP2/Vista/7

Safari Reader
Jika Safari 5 mendeteksi halaman web yang mengandung berita atau artikel, akan ada tombol Reader di bagian kanan kotak alamat. Klik tombol tersebut, muncullah jendela pop-up yang berisi teks – dan jika ada, gambar – utama dari laman tersebut. Iklan, animasi, dan elemen-elemen lain yang kerap mengganggu kenikmatan membaca tidak akan ditampilkan.
Kami menjajal feature ini di situs-situs berita lokal seperti Kompas.com, Detik.com, dan tentu InfoKomputer.com. Semua berjalan dengan sempurna. Begitu pun dengan beberapa laman blog. Bagaimana kalau tombol Reader tidak muncul? Bisa jadi, laman tersebut memiliki desain HTML yang buruk.

Safari Extensions

Akhirnya, Apple membuka diri bagi pihak ketiga yang ingin membangun ekstensi di Safari 5. Kesempatan ini sudah sangat lama ditunggu, terutama oleh para developer dan fanboy (penggemar Apple). Untuk menampung hasil karya mereka, Apple bakal membuka extensions gallery dalam waktu dekat.

Saat ini, sejumlah koleksi ekstensi sudah bisa diunduh di SafariExtensions.org dan PimpMySafari.com. Sebelumnya, aktifkan dulu menu Develop di opsi Preferences dan centang Enable extensions. Salah satu ekstensi yang kami coba, AdBlock, bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Kemunculan beberapa animasi iklan di salah satu portal berita lokal pun berhasil diblokir.


Dukungan HTML5
Apple sempat bersitegang dengan Adobe akibat surat terbuka Steve Jobs (CEO Apple) beberapa waktu lalu. Alih-alih Flash, Jobs menyatakan lebih memilih mendukung standar HTML5 sebagai penyusun elemen grafis dan animasi. Alasannya, HTML5 merupakan standar terbuka dan bukan proprietary seperti Adobe Flash.

Sebagai bukti keseriusannya, Apple kian menambah kelengkapan dukungan Safari 5 terhadap HTML5, antara lain kemampuan memutar video MPEG-4 dan H.264 secara full-screen serta feature geolokasi. Ketika kami uji di situs HTML5Test.com, peramban ini mencatat skor 207 (plus 7 poin bonus) dari poin maksimal 300. Ini merupakan skor paling tinggi di antara peramban lain yang kami jajal.

Plus     : Feature Safari Reader menyenangkan, debut Safari Extentions, kinerja semakin cepat, dukungan HTML5 semakin lengkap
Minus : Harus memasang QuickTime untuk memutar video di web, belum mendukung konfigurasi tema/kulit peramban
Skor Penilaian
- Penggunaan     : 4
- Kinerja              : 4,5
- Fasilitas            : 4,25
- Harga               : 5
- Skor Total         : 4,4

8 Juni: Hari IPv6 Sedunia

Tahukah Anda bahwa tanggal 8 Juni mendatang merupakan Hari IPv6 Sedunia?
Penetapan ini terjadi setelah Google, Facebook, Yahoo, dan Akamai, baru-baru ini bersepakat untuk menjadikan tanggal 8 Juni sebagai Hari IPv6 Sedunia. Pada tanggal tersebut, situs-situs Web keempat perusahaan itu akan dijalankan menggunakan alamat IP versi 6 selama 24 jam, beriringan dengan penggunaan alamat IPv4.

Sebagaimana dikutip dari blog salah satu karyawan Google, Lorenzo Colitti, Google sendiri telah mendukung IPv6 semenjak tahun 2008. Dukungan IPv6 ini bahkan telah disertakan dalam situs web YouTube.

Blog tersebut juga menyatakan bahwa para pengguna Internet tidak akan merasakan perubahan apa pun berkaitan dengan ujicoba penggunaan IPv6 ini. Namun, blog itu menyatakan bahwa dalam kasus yang sangat jarang, pengguna Internet mungkin akan mengalami masalah koneksi.
Tapi masalah koneksi ini seringkali disebabkan oleh perangkat jaringan rumah yang tidak dikonfigurasi sebagaimana mestinya. "Dalam bulan-bulan mendatang, kami akan berkutat dengan para pengembang aplikasi, vendor sistem operasi, serta para pembuat perangkat jaringan untuk meminimalisir dampak pengujian ini. Kami juga akan menyediakan perangkat pengujian dan aneka rekomendasi bagi para pengguna Internet untuk mengantisipasi aneka masalah yang mungkin timbul," tulis Colitti dalam blognya.

Penerapan IPv6 ini sebenarnya memang bersifat mendesak mengingat ketersediaan alamat IP versi 4 (IPv4) akan habis sama sekali pada sekitar musim semi tahun ini. Dan meskipun belum ada perkiraan kapan persisnya alamat IPv4 terakhir akan dipakai, saat ini hanya tersisa beberapa blok alamat IPv4.

Google sendiri berharap bahwa nantinya akan lebih banyak lagi perusahaan Internet yang bergabung dengan program ini. Tujuannya, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperluas penggunaan IPv6.

Juniper Siapkan Translator untuk IPv6 Day

IPv6 Day sudah di depan mata. Seperti apa sih persiapan para vendor yang akan ikut serta membuka akses ke Web-nya lewat IPv6 ini?
Juniper, salah satu perusahaan networking terkemuka, sudah menyiapkan teknologi yang diistilahkan sebagai translator, dan ditempatkan di cloud. Translator inilah yang bertugas menghantarkan content web Juniper melalui jalur IPv6.
Seperti dikutip oleh internetnews.com, Alain Durand, (Principal Networking Architect and Software Engineering Director, Juniper Networks) menyatakan prinsip kerja translator ini cukup sederhana. Juniper menyiapkan sebuah mesin (server) khusus yang terkoneksi ke jalur IPv6. Ketika ada akses pengguna melalui jalur IPv6, translator akan menerjemahkan koneksi tersebut ke IPv4.
Menurut Durand, tidak ada perubahan apapun terhadap infrastruktur yang melandasi web server maupun hosting dari www.juniper.net. Cloud translation lah yang bertugas mengarahkan lalu lintas akses. Satu-satunya perubahan yang dilakukan adalah AAAA record pada server DNS yang akan mengarahkan koneksi ke translator.
Perangkat penerjemah ini berupa router MX class dengan kemampuan translasi yang dikembangkan langsung pada inti dari sistem operasi Junos yang terpasang di router MX.

Mengenal IPv6

 IP versi 4 habis! Begitu judul yang menghias banyak kanal berita. Bulan Februari kemarin, IANA (lembaga yang mengatur penggunaan IP di seluruh dunia) memang sudah tidak memegang alamat IPv4 lagi.
Semua slot sudah dibagikan ke seluruh dunia melalui koordinator tiap benua. Jika slot di koordinator tiap benua itu habis juga, berarti IPv4 resmi ludes.
Apakah berarti ini “kiamat” bagi dunia internet? Sebenarnya tidak juga. Sejak tahun 1999, telah terbentuk forum yang bertugas membuat standar baru yang disebut IP versi 6 (IPv6). Ketika IPv4 habis, kita tinggal pindah ke IPv6. Cuma karena yang “pindah” adalah seluruh infrastruktur internet, prosesnya terbilang ribet dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. 
Namun untuk masa depan yang lebih baik, kita semua memang harus pindah ke IPv6. Bahkan untuk mendorong gerakan itu, besok akan diadakan hari IPv6. Bagi Anda yang masih belum memahami soal tersebut, inilah sekelumit penjelasan soal Internet Protocol serta kelebihan yang ditawarkan IPv6.

Apa itu Internet Protocol?
Internet Protocol (IP) adalah standar yang mengatur bagaimana dan lewat mana paket informasi dikirim dari jaringan internet maupun intranet. Agar paket data sampai ke tujuan yang benar, tiap perangkat yang terhubung ke internet harus memiliki alamat IP (IP Address) yang unik. Jika ada dua perangkat memiliki IP yang sama, maka akan terjadi yang disebut “IP Conflict” karena paket akan bingung mau mengarah ke mana.

Apa Masalah IPv4?
Ketika dibuat tahun 1981, IP versi 4 mengunakan 32-bit alamat, atau “hanya” sekitar 232 (4,3 milyar) alamat. Dari jumlah itu, sekitar 18 juta alamat digunakan untuk private network dan 270 juta untuk multicast adresses, sehingga tidak bisa digunakan untuk publik. Sebenarnya jumlah yang tersisa masih sangat banyak, namun lebih banyak lagi perangkat yang terhubung ke internet. Alhasil, alokasi alamat yang dimiliki IPv4 sudah tidak mencukupi lagi. Karena itulah kita membutuhkan IP versi 6 yang memiliki lebih banyak alamat.

Kapan Alamat IPv4 akan Habis?
Tergantung area, tapi setidaknya 1 sampai 3 tahun lagi. Ribut-ribut kemarin lebih disebabkan APNIC (organisasi yang mengatur penggunaan IP di Asia Pasifik) telah meminta dua tambahan blok IP Address ke IANA (yang mengatur penggunaan IP sedunia). Permintaan tersebut menyebabkan blok IP Address yang tersisa tinggal 5 (satu blok memiliki 16,8 juta alamat). Sesuai peraturan, jika blok IP yang tersisa tinggal lima, maka harus langsung dibagi ke 5 pengurus IP di tiap benua. 
Seberapa lama IP Address itu akan habis tergantung laju penggunaan internet di benua tersebut. Benua dengan laju penggunaan internet cepat seperti Asia Pasifik atau Amerika Utara mungkin dapat menghabiskan blok yang tersisa dalam tempo 1 tahun. Namun bagi benua yang penetrasi internetnya sudah meluas seperti Eropa, atau yang penetrasi internetnya masih lambat seperti Afrika dan Amerika Latin, waktu yang tersisa bisa tahunan.

Jadi IPv4 benar-benar habis?
Sebenarnya masih ada beberapa blok di luar sana yang tidak terpakai. Bahkan menurut John Heideman, peneliti dari University of Southern California, penggunaan IPv4 sebenarnya hanya 14%. Namun agak sulit menarik kembali IP Address yang sudah terlanjur tersebar. Sumber permasalahannya terjadi awal perkembangan internet, ketika pembelian alamat IPv4 cuma terbagi dalam 3 pilihan blok: /8 (16,7 juta alamat), /16 (65 ribu alamat), dan /24 (256).  Bagi perusahaan atau universitas yang membutuhkan (misalnya) 67 ribu IP Address, mereka mendapatkan satu blok /8 sejumlah 16,7 juta alamat.
Beberapa pihak seperti Universitas Stanford atau Departemen Pertahanan AS telah dengan sukarela mengembalikan IP Address yang tidak mereka gunakan. Namun masih banyak pihak seperti MIT, IBM, Apple, AT&T, atau Ford Motor yang belum menentukan sikapnya. Pihak ARIN bisa saja meminta mereka mengembalikan jatah itu, namun mengingat populasi IPv4 yang kini terbatas, pemilik IPv4 tersebut bisa saja menjadikannya sebagai aset berharga. Bahkan belakangan tersembul kabar beberapa pihak yang masih memiliki blok IPv4 menjualnya dengan harga tinggi.

IPv6 bisa mengatasi keterbatasan alamat tersebut?
Iya, karena kapasitas pengalamatan ini naik dari 32-bit menjadi 128-bit (2128) atau tepatnya 340.282.366.920.938.463.463.374.607.431.768.211.456 alamat IP. Di masa datang alamat sebanyak itu mungkin juga akan habis, namun setidaknya situasi terkendali sampai ratusan tahun dari sekarang. 
Sistem pengalamatannya IPv6 sendiri menggunakan delapan kelompok kuartadesimal yang dipisahkan titik dua. Ini berbeda dengan sistem pengalamatan IPv4 yang menggunakan empat kelompok tridesimal. 
IPv4 192.168.0.1
IPv6 2001: cdba: 0000:0000:0000:0000:3257:9652

Wah, Beda Banget ya?
Iya. Secara nama beda, secara teknologi pun berbeda. Itulah mengapa kedua protokol ini tidak saling kompatibel. Komputer yang ber-IPv4 tidak dapat menemukan mail server ber-IPv6, begitu pula sebaliknya.
Namun bukan berarti internet akan macet. Paket yang dikemas dalam sistem IPv6 bisa dikemas ulang menjadi paket IPv4 sehingga komunikasi data tetap bisa terjadi. Namun cara ini tentu saja merepotkan dan boros sumber daya, sehingga berpotensi menurunkan kecepatan internet secara signifikan. Karena itu, cara terbaik adalah semua orang pindah ke IPv6. 
Oke, saya akan migrasi ke IPv6. Bagaimana caranya?
Untuk mengadopsi IPv6, dibutuhkan dukungan hardware maupun software. Di sisi end-product alias perangkat yang kita gunakan sehari-hari, relatif tidak ada masalah. Mayoritas kartu jaringan di dalam komputer, notebook, maupun smartphone masa kini telah mendukung IPv6. Begitu pula di sisi software. Windows sejak generasi XP Service Pack 1 sudah mendukung IPv6, begitu pula Mac OS X versi 10.2 dan semua distro Linux.
Akan tetapi, masalah mulai rumit ketika menyentuh perangkat akses internet, seperti modem Anda. Mayoritas modem yang diberikan penyedia jasa internet belum mendukung IPv6, sehingga harus diganti atau di-upgrade. Di sisi backbone, permasalahan lebih pelik lagi. Server, router, load-balancer, dan semua node harus diganti agar mendukung IPv6.
Jadi inti permasalahan bukan di sisi pengguna biasa, namun di sisi infrastruktur. Karena besarnya usaha dan investasi yang harus dikeluarkan, proses migrasi ini bisa berlangsung tahunan. 

Jadi, industri belum siap?
Siap tidak siap, kita harus pindah. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Jepang, China, dan Korea Selatan juga sudah melakukan beberapa kebijakan untuk mendorong percepatan migrasi IPv6. 
Dan pada tanggal 8 Juni 2011 besok, diadakan Hari IPv6 sedunia. Agenda besarnya adalah melakukan uji coba IPv6 selama 24 jam. Perusahaan yang ikut serta antara lain Google, Facebook, Yahoo, Akamai, dan Limelight Networks. Mudah-mudahan, langkah ini bisa mendorong industri untuk bermigrasi ke IPv6.